Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Negera

Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan terbentuk berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per006/A/JA/3/2014 tanggal 20 Maret 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/ JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bertanggung jawab memastikan terlaksanakannya pemulihan aset di Indonesia secara optimal dengan sistem pemulihan aset terpadu (Integrated Asset Recovery System) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta dengan value (nilai-nilai) yang ditanamkan untuk dipedomani oleh SDM PPA.

PPA mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan RI sesuai peraturan perundang-undangan serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam pemulihan aset. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemui permasalahan dengan terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan.

Agar mekanisme penanganan benda sitaan dan barang rampasan yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu maka terlebih dahulu harus dilakukan persiapan secara administratif dan koordinasi yang optimal dengan instansi terkait, serta anggaran yang memadai dalam perawatan dan pemeliharaan benda sitaan dan/ atau barang rampasan. Faktor penghambat dalam penanganan benda sitaan dan barang rampasan adalah belum optimalnya penerapan benda sitaan dan barang rampasan.

Barang sitaan dan barang rampasan juga berkaitan dengan hasil tindak pidana korupsi. Kejaksaan melalui PPA merupakan salah satu penanggung jawab bersama-sama dengan beberapa institusi lainnya yaitu, Kepolisian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/ BPN). Institusi lainnya yang terkait tata kelola barang sitaan dan barang rampasan adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga Kementerian Keuangan terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penerimaan hasil penjualan barang sitaan dan barang rampasan berdasar Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PPA juga terkoneksi pula dengan lembaga atau instansi terkait lain dalam pelaksanaan penghimpunan dan pengelolaan data base diantaranya Kementerian BUMN dan PPATK sesuai dengan kebutuhannya.

Peran PPA dalam pemulihan Aset ini dilaksanakan dalam 5 (lima) bentuk kegiatan yaitu : penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan pengembalian aset, yang meliputi 7 (tujuh) ruang lingkup:

  1. Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana (kejahatan/pelanggaran), termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain atau korporasi, baik berupa modal, pendapatan maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut;
  2. Aset yang digunakan/telah digunakan untuk melakukan tindak pidana atau terkait dengan tindak pidana dan berdasarkan penetapan/putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara;
  3. Aset milik terpidana/keluarga terpidana/pihak lainnya sebagai kompensasi pembayaran kerugian negara/denda/ganti kerugian/kompensasi lainnya kepada korban/yang berhak;
  4. Barang temuan;
  5. Aset negara/kementerian/lembaga/BUMN yang dikuasai pihak yang tidak berhak;
  6. Aset yang berdasarkan permintaan negara lain, harus dipulihkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. Aset-aset lain sesuai ketentuan peraturan perundanganundangan termasuk yang pada hakekatnya merupakan kompensasi kepada korban dan/atau kepada yang berhak.

Untuk mengoptimalkan penyelesaian barang rampasan negara dan benda /barang sitaan, Pusat Pemulihan Aset mengusulkan Draft dan telah ditetapkan dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-010/A/JA/08/2015 tentang Kewajiban Jaksa untuk melelang benda/barang sitaan yang lekas rusak atau memerlukan biaya penyimpanan tinggi dan surat edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-011/A/JA/08/2015 tentang Barang Rampasan Negara yang akan digunakan untuk kepentingan Kejaksaan.

Pusat Pemulihan Aset telah melaksanakan penelusuran asset (asset racing) untuk mendukung upaya eksekusi Pembayaran Uang Pengganti terkait putusan perkara Tindak Pidana Korupsi dan Piutang Negara lainnya yang pelaksanaannya berkoordinasi dengan satker terkait dan bidang teknis yaitu Bidang Tindak Pidana Khusus, Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang DATUN yaitu dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama terpidana Lee Darmawan, Hendra Rahardja, Adrian Herling Waworuntu, David Nusa Wijaya, Testiawati Binti Kantawi dan A. Lay alias Sartono serta adanya gugatan perdata perbuatan melawan hukum dalam perkara perdata Yayasan Supersemar.

Dalam kaitan dengan kerjasama internasional untuk mengembalikan aset terkait tindak pidana yang dilarikan ke luar negeri, PPA berpartisipasi dalam pertemuan kelompok ahli Interpol, yaitu Pertemuan Ketiga Kelompok Ahli Interpol mengenai Identifikasi, Lokasi, dan Penyitaan Aset (3rd Meeting of the Interpol Expert Group Meeting on the Identification, Location and Seizure of Assets) di Berlin, Jerman pada tanggal 11-12 Mei 2015.

Kegiatan PPA bidang lintas negara berikutnya adalah partisipasi pada Pertemuan Kesembilan Kelompok Kerja Antar Pemerintah dalam Pemulihan Aset (9th Intersessional Meeting of the Open-Ended Intergovermental Working Group on the Asset Recovery), di Wina, Austria, 3-4 September 2015.

Dari catatan Kejaksaan Agung selama Tahun 2020 Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 19,2 triliun dan telah berkontribusi dalam penerimaan bukan pajak sebesar Rp 346,1 miliar. Selain itu, bidang Perdata dan Tata Usaha Negara telah menyelamatkan keuangan negara sebanyak Rp 239,5 triliun dan 11,8 dolar AS dan berhasil memilihkan keuangan negara sebanyak Rp 11,1 triliun serta 406 ribu dolar AS.

Saat ini Kejaksaan sedang menangani kasus besar dengan kerugian yang sangat fantastis Kasus-kasus korupsi yang merupakan perkara yang paling besar dalam sejarah pemberantasan korupsi Indonesia mengalahkan kasus BLBI, Hambalang, ataupun Century. Negara merugi sebesar Rp 16 triliun lebih di kasus Jiwasraya, BPJS Ketenagakerjaan diperkirakan Rp 20 triliun  yang terakhir adalah kasus Asabri yang diperkirakan mencapai Rp 23,7 triliun.  

Capaian ini tentu bukan kaleng-kaleng. Nominal di atas menandakan jika roda organisasi Kejaksaan berjalan. Yang terpenting dari duit yang diselamatkan Kejaksaan tadi bahwa pola penanganan korupsi Kejaksaan Agung bukan lagi berapa banyak orang yang harus dijebloskan ke penjara, melainkan berapa besar duit negara yang dikorupsi harus diselamatkan. Secara tidak langsung, ini adalah sinyal untuk memiskinkan para koruptor. Dengan begitu, keluarlah tagline “Follow the Money, Follow the Suspect and Follow the Asset”.(ANa)